Jumat, 23 Juni 2017

Cerita Silat Serial Suro Sinting ke-2 ; Bunga Puspajingga

Sinopsis:
Suro Sinting ingin mendapatkan Bunga Puspajingga yang tumbuh di sebuah tebing gunung yang menjulang tinggi mencakar angkasa. Bunga itu merupakan sarana untuk menyembuhkan kaki ibunya yang lumpuh.

Untuk mendapatkan Bunga Puspajingga tidak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak pendekar berilmu tinggi juga menginginkan bunga sakti itu.

Suro Sinting ingin mengalahkan pasaing-pesaingnya yang sama-sama menginginkan bunga itu. Tak peduli ketika harus bertarung dengan lawan-lawannya di tebing gunung yang berada di atas jurang maut! Tak peduli meskipun yang menjadi lawan-lawannya adalah para pendekar sakti yang berhati keji. Bahkan Suro Sinting juga harus berhadapan dengan gerombolan perampok kejam yang tak berperikemanusiaan!

Apa saja yang menghalang, akan diterjang. Siapa saja yang menghadang, akan dimusnahkan. Semua akan dilakukan Suro Sinting demi mendapatkan Bunga Puspajingga.
*

Suro Sinting terus berjalan menuju ke arah timur dengan menyusuri hutan belantara. Hutan yang dipenuhi berbagai jenis pepohonan lebat dan besar. Juga dipenuhi semak belukar yang lebat.
Sudah dua hari Suro Sinting meninggalkan Kerajaan Kendobumi. Dia terus berjalan ke arah timur. Menuju Gunung Sumbing yang puncaknya tampak dari kejauhan. Berdiri kokoh mengangkangi bumi dengan tegarnya. Puncak gunung itu sudah tidak berasap, menandakan bahwa gunung tersebut tidak berapi. Hanya ada awan dan kabut yang menyelimuti puncak Gunung Sumbing.

Kala memandang puncak gunung yang berada di kejauhan, mengingatkan Suro Sinting pada gurunya, Maeso Item. Maeso pernah memberikan pengetahuan padanya tentang ’Ilmu Rumput dan Gunung.’ Sebuah ajaran moral yang selalu teringat di benak Suro.

”Setinggi-tinggi gunung masih tinggi rumput,” demikian kata Maeso. Suro dalam benaknya membenarkan ajaran gurunya. Ya, walau tinggi gunung bisa mencapai langit, tetap tinggi rumput. Karena rumput tumbuh di atas gunung. Artinya, setinggi apa pun pengetahuan manusia pasti masih ada yang melebihinya. Setinggi apa pun ilmu silat yang dimiliki seorang pendekar, pasti ada pendekar lain yang ilmu silatnya lebih tinggi.

Pengetahuan yang diajarkan Maeso kepada Suro juga dapat diartikan bahwa sesuatu yang kelihatan besar kadang malah dikalahkan sesuatu yang kecil. Sesuatu yang hanya mengandalkan fisik atau tubuh besar kadang mudah dikalahkan oleh lawan yang menggunakan akal budi. Padanannya adalah gajah yang besar dikalahkan semut yang masuk dan menggigit dalam telinga gajah itu.

Tengah hari Suro menyusuri daerah perbukitan yang berada di tepi hutan. Pendekar Rajah Cakra Geni itu berhenti sejenak di bawah ponon rindang. Pandangannya jauh ke arah timur, sedangkan mulutnya mengunyah buah maja merah. Buah yang manis dan mengenyangkan.

Kembali Suro memandang ke puncak Gunung Sumbing. Di tebing yang berada persis di puncak gunung itu terdapat tanaman bunga yang disebut Bunga Puspajingga. Seperti yang dikatakan Trinil Manis, bunga itulah yang dapat menyembuhkan kelumpuhan Niken Sari, ibu Suro.

Masalahnya sekarang Suro belum tahu banyak tentang Bunga Puspajingga. Kenapa bunga itu punya khasiat yang begitu hebat sehingga mampu menyembuhkan kaki yang lumpuh akibat pukulan Telapak Naga? Mengapa bunga itu hanya tumbuh di tebing Gunung Sumbing? Apakah bunga tersebut tidak bisa tumbuh di puncak gunung lain?

Selain itu, Suro juga berpikir untuk mencari jalan terdekat sehingga cepat sampai di Gunung Sumbing. Ingin rasanya dia memetik bunga sakti itu, membawanya pulang, digunakan untuk sembuhkan kaki sang ibunda, dan selesai. Tapi agar cepat sampai di kaki gunung itu mesti lewat jalan mana ya? Apalagi di dekat tempatnya istirahat ada dua jalan bercabang. Satu ke arah timur laut, sedangkan satunya ke arah tenggara.

Lewat jalan arah tenggara atau timur laut? Saking kerasnya berpikir, kepalanya berkeringat yang menimbulkan gatal-gatal. Kontan saja tangannya garuk-garuk kepala!

Seseorang yang berjalan dari arah barat berhenti di pertigaan. Dia seorang pendekar bernama Garjitalung. Sosok pendekar muda berwajah tampan. Berpakaian warna coklat muda yang cerah. Di pinggangnya terselip tombak pendek yang terbungkus sarung kulit binatang warna hitam. Garjitalung melihat tingkah Suro yang garuk-garuk kepala. Dahi Garjitalung berkerut, merasa asing dengan sosok pendekar muda berpakaian serba putih hingga ikat kepalanya itu.

Suro menghentikan garuk-garuk kepala ketika melihat seseorang memperhatikannya. Dia perhatikan sosok pendekar tampan berpakaian rapi berikat kepala warna hitam.


__________ Kelanjutan cerita silat tersebut, langsung klik DI SINI ___________

Senin, 01 Mei 2017

Sinopsis dan Bagian Pertama Dewa Naga Baja

Sinopsis Cerita Silat Serial Suro Sinting (1): Dewa Naga Baja

Kerajaan Krendobumi geger.

Seorang pendekar berilmu silat tinggi dan sakti mandraguna menuntut raja Agung Paramarta turun tahta. Pendekar bernama Jati Kawangwang tersebut mengamuk karena keinginannya untuk menjadi raja ditolak. Pertempuran pun terjadi. Jati Kawangwang yang mempunyai julukan Dewa Naga Baja itu tak tertandingi.

Raja dan para punggawa keteter. Mereka bahkan banyak yang tewas dan melarikan diri. Raja dan permaisuri terpencar. Mereka terpisah karena dikejar-kejar si Dewa Naga Baja. Nyawa Agung Paramarta dan permasurinya, Niken Sari bersama Suro Joyo, putra mereka, berada di ujung tanduk.

Untunglah mereka diselamatkan oleh kakek-nenek berwatak aneh. Sedangkan kerajaan mereka –Kerajaan Krendobumi—diduduki Jati Kawangwang. Agung Paramarta diselamatkan Trinil Manis, si Penyair Edan Pantai Selatan. Niken Sari dan Suro Joyo ditolong Maeso Item alias Pengemis Gila Goa Setan.

Delapan belas tahun kemudian Suro Joyo telah menjadi pendekar sakti pilih tanding. Dia diberi jurus yang sekaligus ajian berupa Rajah Maut Cakra Geni. Tingkah laku Suro Joyo aneh karena gurunya juga suka bertingkah yang aneh-aneh. Keanehan tingkah laku Suro menyebabkan orang-orang memberi julukan ‘Sinting’. Jadilah dia terkenal dengan nama Suro Sinting, Pendekar Rajah Maut Cakra Geni.

Setelah dirasa punya cukup ilmu, Suro Sinting melabrak Jati Kawangwang. Berat tantangan yang dihadapi Suro Sinting karena lawan yang punya julukan Dewa Naga Baja memang sakti dan sulit ditandingi. Selain juga banyak makan asam garam dalam dunia persilatan. Kalau tidak hati-hati, Suro Sinting malah bisa binasa di tangan Dewa Naga Baja!

 Selengkapnya dari cerita silat itu bisa diikuti sampai tamat (selesai) di SINI.

Selamat membaca karya saya tersebut. Semoga puas dan bisa mengambil hikmahnya.

Eswitesvido, 1-5-2017

*****












Senin, 24 April 2017

Silakan Baca Karya-karya Saya di Seword.com

Saya menulis berbagai macam karya sastra di Seword(dot)com. 


Ada puisi, cerpen, dan berbagai artikel lainnya. 


Kalau Anda tertarik untuk membaca karya-karya saya tersebut langsung saja ke link berikut. 


Selanjutnya Anda nanti bisa memilih mana yang akan dibaca. 


Kalau memang benar-benar tertarik, bisa dibaca semuanya, hehehehe....


Link-nya klik di SINI.


Kamis, 20 April 2017

Ini Karya Saya, Cerita Silat Serial Suro Sinting Perdana Berjudul Dewa Naga Baja

Matahari pagi bersinar cerah. Menerangi wilayah Kerajaan Krendobumi. Sebuah kerajaan yang subur makmur adil sentosa. Terletak di wilayah Tanah Jawa. Terkenal indah permai alam semestanya.

Kerajaan Krendobumi diperintah seorang raja bijaksana bernama Agung Paramarta. Raja Agung Paramarta lengkapnya. Rakyat sangat cinta dan hormat pada Sang Raja. Karena mereka tahu bahwa kemakmuran, keadilan, dan ketenteraman mereka sebagai rakyat dijamin Sang Raja. Pokoknya Agung Paramarta merupakan raja yang pantas mendapatkan acungan jempol. Tidak cukup hanya satu jempol, tapi mesti dua jempol!

Pagi ini di Pendapa Kerajaan Krendobumi sedang diadakan pasewakan agung. Sebuah pertemuan rutin tiap satu purnama. Pertemuan sebulan sekali. Dihadiri oleh seluruh punggawa kerajaan. Patih, senapati, semua demang, dan adipati yang berada dalam wilayah kerajaan, hadir.

__________ Kelanjutan cerita silat tersebut, langsung klik DI SINI ___________


Sumber foto : di sini

Rabu, 19 April 2017

Belajar Menulis dan selalu Belajar Menulis

Belajar menulis bisa dimulai kapan saja. Sejak belum TK, mulai belum sekolah kita bisa memulai belajar menulis. Kalau ingin menjadi penulis, memang harus belajar sejak awal mula. Lebih dini lebih baik. Tapi sebenarnya sih, sejak usia tua juga tidak apa-apa :) Untuk belajar apa pun --termasuk menulis-- tidak ada batasan usia.

 Yang membuat saya belajar menulis, lalu suka untuk menulis, dan selalu ingin menulis ada beberapa faktor. Hobi, kesenangan, dan minat yang tinggi. Dan tentu saja juga karena faktor x. X=money, hehehehe....

 Ya iyalah, money alias uang adalah salah satu faktor yang membuat saya menulis, juga ingin selalu belajar menulis. Uang yang kita cari untuk penghidupan, untuk membiayai hidup diri kita dan keluarga --bagi yang sudah berkeluarga. 

Oke, mari kita nulis, belajar menulis, dan terus menulis....
Eswitesvido, 20-04-2017;08.23
*****

Popular Posts